Thursday, November 13, 2008

Lolita fashion History

Keberadaan Lolita saat ini lekat dengan perkembangan musik di Jepang. Grup-grup musik yang membawakan berbagai jenis aliran musik membawa pengaruh ke sejumlah anak-anak muda Jepang dan menjadikan mereka sebagai penggemar grup-grup musik tersebut. Setiap penggemar grup musik tertentu mempunyai gaya tersendiri dan menjadi cikal bakal lahirnya gaya Lolita yang akhirnya tercipta subkultur Lolita. Gaya Lolita juga tidak dapat dipisahkan dari keberadaan cute culture (budaya dengan konsep lucu dan/atau manis) di Jepang. Cute culture muncul pada tahun 1970-an. Cute culture tidak hanya mempengaruhi mode di Jepang saja, namun hampir semua elemen budaya populer Jepang. Konsep lucu dan/atau manis yang membentuk mode di Jepang, berawal dari iklan dan artikel dari majalah-majalah mode terkemuka di Jepang, yakni An-an dan Non-no. Pada bulan Mei 1975, majalah An-an memuat artikel spesial yang memperkenalkan para pembacanya tentang sebuah novel yang mengandung unsur lucu dan/atau manis. Pada tengah tahun pertama 1980-an, di Tokyo muncul sebuah rumah mode yang memroduksi barang-barang dengan konsep lucu dan/atau manis, yakni Pink House, Ltd. Setelah itu Pink House menjadi populer karena banyak perempuan muda Jepang yang mempunyai keinginan menjadi citra Pink House, yang oleh Hakuhodo Research Institute menamakan fenomena tersebut dengan sebutan Pink House Movement atau pergerakan Pink House.

Mode Lolita dimulai di Jepang sejak pertengahan tahun 1970-an, namun mulai populer dan dimuat dalam media sekitar tahun 1990-an sampai tahun 2000-an. Tahun 1983, Kera, vokalis grup musik Uchoten, mendirikan perusahaan rekaman indie yang diberi nama Nagomu Records. Perusahaan rekaman ini melahirkan grup musik seperti Kinniku Shoojo-Tai, Jinsee (yang nantinya disebut Denki Groove), Tama, Tomorrow Taguchi’s Bachikaburi dan Shine-Shine-Dan. Grup-grup musik tersebut mempunyai aliran musik rock yang berbeda dari musik-musik rock umumnya pada saat itu, sehingga memunculkan gerakan subkultur yang menyukai aliran musik rock khas grup musik di bawah perusahaan rekaman Nagomu Records. Kepopuleran perusahaan rekaman Nagomu Records memunculkan penggemar yang disebut Nagomu Gals, yang merupakan cikal bakal lahirnya subkultur Lolita.

Tahun 1984, perusahaan rekaman Trance Records didirikan. Perusahaan rekaman ini mengorbitkan grup musik YBO2 yang mempunyai aliran musik yang berseberangan dengan grup-grup musik di bawah label Nagomu Records. Grup musik ini mempunyai aliran musik gelap dan keras, yang merupakan awal mula mode Gothic di Jepang. Mereka juga mempunyai penggemar berat yang disebut Trance Gals. Di tahun ini, merk pakaian dengan harga murah dan bergaya kasual Amerika, HISTERIC GLAMOUR, didirikan oleh perancang busana Nobuhiko Kitamura. Perancang busana Vivienne Westwood juga datang pertama kali ke Jepang di tahun ini dan menggelar peragaan busana rancangannya di Tokyo.

Hokoten Boom dimulai tahun 1985 dan menggantikan Takenokozoku. Takenokozoku merupakan sekelompok anak muda yang muncul pada 1980-an yang mengenakan busana paling mutakhir dan berdansa di jalan dengan musik jenis dansa maupun tekno. Mereka datang ke Harajuku dan berdansa hampir seharian penuh. Hokoten Boom merupakan penampilan langsung dari grup-grup musik di Boulevard Omote Sando, Harajuku, dan menjadi populer serta mempelopori kepopuleran grup musik yang berlanjut hingga tahun 1995. Pada 1986, sebuah grup musik yang bernama BUCK TICK memulai debut indienya dengan lagu To Search/Plastic Sindrome2. Grup musik ini terkenal hingga saat ini dengan gadis-gadis Gothic Lolita dan merupakan grup musik indie legendaris karena memecahkan rekor penjualan kaset berlabel indie tertinggi hingga saat ini. Tahun 1987, Mandarake Inc., perusahaan yang tidak hanya menjual komik Jepang dan mainan retro namun juga menyebarkan budaya cosplay dan doujinshi ke luar negeri, didirikan.

Tahun 1988, grup musik X Japan memulai debut indienya. Grup musik legendaris ini merupakan cikal bakal lahirnya grup musik berjenis Visual-kei[1] yang menggunakan kostum saat melakukan pertunjukan di panggung. Di tahun yang sama, perusahaan pakaian yang bersinonim dengan Lolita dan memproduksi pakaian Lolita, Baby, The Stars Shine Bright, didirikan. Program audisi Ika Ten dimulai pada 1989, menelurkan beberapa grup musik seperti Flying Kids, Blankey Jet City, Tama, Jitterin’ Jinn dan Begin. Merk pakaian Jane Marple membuka toko pertamanya di Harajuku pada tahun ini.

Tahun 1990, muncul Shibuya-kei yang merupakan gelombang terakhir kepopuleran grup musik. Grup-grup musik yang terkenal dengan nama Shibuya-kei seperti Flipper’s Guitar, Pizzicato Five dan Original Love menjadi populer. Munculnya Shibuya-kei juga mempengaruhi gaya penggemar musik yang tadinya bergaya ban gyaru (band girls) menjadi Olive Shoojo (Olive Girls) yang mempunyai ciri-ciri berpakaian garis-garis, bertopi baret, yang merupakan ciri rancangan Agnes B.

Tahun berikutnya, Juliana’s Tokyo dibuka. Pada hari terakhir Bubble Economy, tempat disko Juliana’s Tokyo dengan skala besar dibuka di Shibaura dan menjadi fenomena sosial dengan melahirkan istilah-istilah body-con, otachidai dan juri-sen[2]. Tahun 1993, grup musik Judy and Mary memulai debutnya dengan lagu Power of Love. Busana Punk Lolita yang dikenakan vokalis Judy and Mary, Yuki, menjadi populer. Merk pakaian dari Harajuku-kei seperti MILK dan HYSTERIC GLAMOUR juga menjadi populer. Komplek pertokoan Laforet Harajuku menjadi sangat populer pada tahun 1994. Ada sekitar 2000 hingga 3000 orang yang datang ke tempat itu, belum termasuk orang-orang yang berkemah untuk mengantri pada saat akhir tahun. Merk-merk dari Harajuku-kei yang tidak murah juga populer, seperti Jane Marple dan BA TSU, tokonya selalu dikerumuni oleh pembeli. Di tahun 1995, perancang busana Vivienne Westwood meresmikan rumah modenya di Jepang dan menggelar peragaan busana dan talk show. Tomoe Shinohara yang merupakan Nagomu Gals yang terakhir, memulai debutnya. Gaya berbusananya yang unik, gerakan dan cara bicaranya yang khas menjadi populer. Penggemar Tomoe Shinohara yang disebut Shinollers muncul di Harajuku.

Grup musik Malize Mizer muncul pada tahun 1996. Grup musik beraliran Visual-kei ini yang memperkenalkan aksi panggung dengan busana jaman pertengahan. Sebuah acara televisi BREAKOUT, yang disiarkan tengah malam, melahirkan kembali jaman grup musik dengan aliran Visual-kei. Selain grup musik Malize Mizer, muncul beberapa grup musik dengan aliran yang sama seperti SHAZNA, La’cryma Christi, FANATIC CRISIS dan SOPHIA. Inilah awal mula lahirnya Gothic Lolita. Di tahun yang sama, Metamorphose, sebuah rumah mode didirikan oleh perancang busana Kato Kuniko. Metamorphose biasa memproduksi pakaian-pakaian Lolita, terutama Classical Lolita. Pada 1997, merk-merk seperti 20471120, MILK, MILK BOY, Vivienne Westwood, Christopher Nemeth, Takuya Angel dan lainnya yang masuk dalam kategori Urahara-kei, merk-merk yang mengedepankan kesan individualis dan tidak konvensional, menjadi terkenal. Tahun 1998, film Lolita dibuat ulang di Hollywood. Film yang merupakan adaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Vladimir Nabokov ini merupakan asal mula istilah Lolita Complex, yang selanjutnya tercipta istilah mode Lolita.

Tahun 2000, film Battle Royale ditayangkan. Film yang berkisah tentang pembunuhan berantai yang terjadi di antara teman sekelas ini menjadi sebuah ironi karena di satu sisi film ini populer di kalangan remaja, namun di sisi lain kekerasan yang ditampilkan di film ini menyebabkan masalah sosial baru. Kostum yang dikenakan para pemainnya merupakan rancangan merk BA TSU. Kepopuleran film ini menyebabkan kostum-kostum film Battle Royale yang dijual di pasaran laku keras dan dikenakan oleh para penggemar saat menonton film ini di bioskop. Koleksi merk h.NAOTO pada tahun ini dipamerkan untuk pertama kalinya. Merk ini merupakan hasil rancangan perancang busana Hirooka Naoto yang biasa memproduksi pakaian-pakaian Lolita. Di tahun ini juga, Novala Takemoto melakukan debutnya sebagai novelis, dengan mengeluarkan karyanya yang berjudul Mishin. Novala Takemoto merupakan seorang penulis yang esai dan tulisannya telah membuat dirinya dikagumi oleh para gadis-gadis muda. Film Holywood Sleepy Hollow, diputar tahun ini. Film ini menambah kuat pengaruh budaya Gothic di Jepang.

Tahun 2001, sebuah acara bertajuk 2001 Tokyo Goth and Darkwave 01 diselenggarakan. Acara ini merupakan acara yang bertema Gothic terbesar dan pertama kali diselenggarakan di wilayah Kanto. Acara ini diselenggarakan hingga ke tujuh kalinya dan terakhir diselenggarakan di Shibuya DeSeO. Film Harry Potter and The Philosopher’s of the stone yang dibuat berdasarkan novel laris dengan judul yang sama juga diputar di tahun ini. Para penggemar film ini juga mengenakan kostum para pemerannya saat melihat pemutaran film ini.

Pada tahun 2002, grup musik Malize Mizer membubarkan diri dan banyak grup musik Visual-kei juga ikut membubarkan diri. Sedangkan pada tahun 2004, grup musik dengan tema Concept-kei mulai populer. Grup-grup musik seperti Kishidan, Psycho Le Cemu dan grup-grup musik lain yang bertema Concept-kei ini tidak terpaku pada satu aliran musik. Setiap konser yang diselenggarakan grup musik bertema Concept-kei selalu dipenuhi oleh cosplayer. Banyaknya grup musik Visual-kei yang membubarkan diri, mengakibatkan banyaknya penyanyi solo bermunculan seperti DAIGO STAR*DUST, Miyavi dan lain-lain yang juga melahirkan soft visual-kei. Karya Kenji Otsuki yang berjudul Rocking Horse Ballerina, cerita bertema remaja tentang perjalanan grup musik punk dan gadis Lolita, mulai dipasarkan. Film Shimotsuma Monogatari yang bercerita tentang gadis penganut Lolita juga mulai diputar tahun ini. Film ini berdasarkan novel dengan judul yang sama, yang merupakan karya Novala Takemoto dan telah menarik perhatian media. Pemerannya adalah aktris Fukada Kyoko dan mengenakan kostum dari merk Lolita ternama, Baby, The Stars Shine Bright. Film ini menghapuskan gambaran bahwa Lolita sama dengan penggemar visual kei, namun Lolita diakui sebagai mode. Film Peep TV Show mulai mengudara di beberapa negara dan diterima dengan baik oleh pemirsa yang menontonnya. Film ini tentang gadis Gothic Lolita, yang naskahnya ditulis dengan bekerja sama dengan Karin Amamiya yang dipuji pada saat festival film internasional atas artikel mengenai Gothic Lolita di sebuah majalah dan koran New York Post. Di artikel tersebut, ia memperkenalkan istilah Gothloli yang merupakan singkatan dari Gothic Lolita. Dan dari artikel ini pula istilah Gothloli berubah menjadi Gosurori, yang merupakan cara pengucapan dalam bahasa Jepang dan diakui oleh seluruh dunia.

Pada tahun 2001, Lolita dipasarkan secara massal di departmet store terkemuka di Jepang, terutama di pusat perbelanjaan Harajuku dan Shibuya. Sekitar 2005 dan 2006, penganut mode ini meningkat tajam. Selain dipasarkan di department store dan butik, mode ini juga dipasarkan melalui internet. Beberapa situs internet menawarkan beberapa desain Lolita, sehingga para peminat dan pecinta Lolita di luar Jepang dapat membeli dengan tidak harus datang ke Jepang. Situs-situs tersebut tidak hanya mempunyai fasilitas dwi bahasa, yaitu bahasa Jepang dan Inggris, namun juga dilengkapi dengan tips-tips mengenakan mode Lolita. Situs-situs tentang Lolita juga tidak hanya berasal dari Jepang, namun orang asing juga membuat situs-situs tersebut, sehingga perkembangan Lolita di luar Jepang sangat cepat. Forum-forum bertema Lolita juga banyak ditemukan diantara situs-situs bertemakan Lolita.


[1] Kei adalah istilah untuk menyebut suatu gaya yang digunakan oleh suatu grup musik.

[2] Body-con adalah gaya berbusana dengan mengenakan pakaian yang ketat, pendek dan berkelip-kelip yang bermaksud untuk menunjukkan bagian tubuh.

Otachidai adalah panggung bertingkat yang digunakan para penari di tempat disko.

Juri-sen adalah hiasan bulu yang dililitkan di salah satu tangan saat menari.

source:

Novietasari, S.S., Dian. 2008. Fenomena Mode Lolita dalam Budaya Populer Jepang dan Alasan Anak Muda Jepang Memakainya. Skripsi program sarjana Jurusan Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya , Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

What is Lolita??

Istilah Lolita dapat diartikan sebagai mode busana, tata rias, rambut, aksesori dan lain-lain yang dikenakan oleh anak muda Jepang yang tergabung dalam subkultur Lolita ataupun anak muda Jepang yang menyukai Lolita. Selain diartikan sebagai gaya berpenampilan secara keseluruhan, istilah Lolita juga digunakan untuk menyebut para pemakai dan penganut Lolita. Istilah Lolita diambil dari karakter seorang anak perempuan dari novel karya Vladimir Nabokov yang berjudul Lolita dan dipublikasikan pada tahun 1955. Novel ini menceritakan seorang laki-laki yang terobsesi pada seorang gadis kecil. Walaupun begitu, Lolita yang dimaksud dalam tulisan ini tidak ada kaitannya dengan cerita dalam novel tersebut, istilah Lolita diambil dari novel tersebut untuk menggambarkan seseorang dengan karakter yang kekanak-kanakan.

Mode Lolita terinspirasi dari mode era Victoria, awal era Edward di Inggris, periode Barok dan periode Rococo. Mode era Victoria adalah mode busana pada masa pemerintahan Ratu Victoria (1837-1910) yang dikenakan dengan aturan ketat, yang pada saat itu hanya untuk masyarakat Inggris dan koloninya, selain itu mode ini juga digunakan untuk menamai gaya busana masyarakat Barat pada umumnya saat itu. Mode ini mempunyai ciri-ciri gaun panjang yang hampir menutupi seluruh tubuh, menggelembung pada bagian lengan dan rok karena menggunakan semacam kawat untuk membentuk rok menjadi menggelembung atau menggunakan rok dalam berlapis yang biasanya menggunakan kain tile sehingga rok terlihat lebih berisi. Ciri yang lain adalah penggunaan korset agar pinggang terlihat ramping, menggunakan renda-renda sebagai aksen dan menggunakan jahitan yang rumit. Era mode semacam ini juga sering disebut Era Crinoline[1].

Mode pada era Edward relatif sama dengan mode era Victoria, hanya pada era Edward sedikit lebih sederhana daripada era Victoria. Mode periode Barok dan Rococo juga mempunyai ciri-ciri yang hampir sama dengan gaya busana era Victoria, yang membedakan adalah gaya busana periode Barok lebih banyak dekorasi seperti busana-busana yang dikenakan pada masa Raja Louis XIV memimpin Perancis. Selain itu, Lolita juga terpengaruh dari subkultur Gothic, punk dan seragam pelayan dari Perancis. Lolita juga mengadopsi gaya busana boneka porselin era Victoria. Bentuk busana Lolita seperti pakaian yang dikenakan oleh karakter Alice dalam cerita fantasi Alice in Wonderland.

Lolita menampilkan kesan kekanak-kanakan. Kesan lucu dan imut juga sangat ditonjolkan dalam pemakaian gaya ini. Lolita juga menampilkan kesan feminim yang terlihat dari motif yang tercetak di atas busananya. Detil dan penuh kehati-hatian termasuk hal yang penting dalam pemakaian gaya ini secara keseluruhan. Dalam gaya ini, kesan seksual tidak ditonjolkan melainkan kesan sopan dan rapi agar terlihat elegan.

Ciri-ciri busana yang dikenakan mode ini adalah rok selutut yang dipakai dengan rok dalam berlapis, celana pantellete (celana tube selutut sebagai pakaian dalam) dan crinoline yang gunanya adalah untuk menambah volume rok sehingga terlihat menggelembung seperti lonceng. Rok yang berbentuk lonceng itu dipadankan dengan atasan yang biasanya berupa kemeja yang dihiasi banyak renda, dijahit dengan aksen kerut dan berjumbai. Selain busana dua potong yang terdiri dari rok dan atasan, busana Lolita juga terdapat busana satu potong.

Sepatu dan kaos kaki juga merupakan aspek penting dalam pemakaian busana ini. Sepatu yang dikenakan biasanya berjenis Mary Jane[2], sepatu berjenis rocking horse ballerina[3], sepatu bot, ataupun sepatu dengan hak tinggi. Sedangkan kaos kaki yang dikenakan adalah kaos kaki setinggi lutut atau lebih tinggi dari lutut seperti yang dikenakan oleh anak-anak dengan gambar mahkota, bunga atau dihiasi renda di bagian pangkalnya. Aksesori penunjang lainnya adalah apron (celemek masak), bonnet (topi bertali yang diikatkan di bawah dagu, biasanya dikenakan wanita jaman dahulu atau pada bayi), bandana pita, bandana berenda, topi berenda, topi kecil yang dikenakan miring di satu sisi, perhiasan-perhiasan imitasi dari perhiasan kuno abad ke-17 sampai 18 atau perhiasan-perhiasan miniatur kue, buah atau permen, tas, payung dan boneka.

Tata rias yang dipoleskan di wajah sangat sederhana, hanya mengenakan alas bedak dengan warna yang lebih muda dari warna kulit wajah. Perlengkapan tata rias lain tidak begitu banyak digunakan, karena Lolita menampilkan kesan pucat dan kesan kekanak-kanakan yang polos, walaupun terkadang ada yang menggunakan eyeliner untuk membuat mata menjadi terlihat lebih tajam. Selain itu terkadang juga ada yang memoleskan pewarna pipi agar terlihat lebih manis. Gaya rambut yang paling umum adalah rambut keriting lalu diikat dua, di kanan dan kiri, atau yang disebut gaya rambut ekor babi, selanjutnya adalah gaya rambut rambut digerai lurus dengan mengenakan hiasan dan rambut diikat sebagian di atas ubun-ubun dengan rambut dibuat berombak. Ciri yang paling khas dari gaya rambut Lolita adalah poni yang dipotong sejajar dengan alis mata, selain itu juga terdapat gaya rambut Hime yaitu rambut poni dipotong sejajar dengan alis mata namun ujung kiri dan kanannya dipotong sedikit lebih panjang sampai di bawah telinga.

Menjadi seorang Lolita harus menerapkan aturan yang berlaku. Dalam www.lolita-handbook.livejournal.com, forum internet khusus penganut Lolita, disebutkan beberapa aturan yang harus dilakukan para penganut Lolita. Aturan-aturan tersebut merupakan aturan maupun etika yang berasal dari Inggris pada era Victoria, namun telah dimodifikasi oleh para penganut mode Lolita. Inti dari aturan-aturan yang berasal dari Inggris pada era Victoria adalah sopan santun. Era Victoria merupakan suatu era dimana masyarakat terbagi-bagi dalam beberapa kelas sosial, yang paling menonjol adalah masyarakat kelas atas. Pada masyarakat kelas atas, terdapat banyak aturan yang mengatur untuk mempertahankan status mereka yang dianggap terhormat, seperti menjaga nama baik keluarga, berpendidikan, menjaga sopan santun dalam bersikap dan berbicara dan lain sebagainya. Aturan-aturan tersebut sebagian diadopsi oleh para penganut mode Lolita.

Aturan-aturan yang mengatur tingkah laku penganut mode Lolita antara lain adalah para penganut Lolita harus bersikap sopan kepada siapa pun dan dimana pun, alasannya adalah agar orang lain menganggap subkultur Lolita merupakan subkultur yang sopan. Selain harus bersikap sopan, penganut Lolita harus bersikap kritis terhadap masalah mode namun tetap menghormati setiap perbedaan yang ada. Menjadi seorang Lolita yang seutuhnya sangat sulit dilakukan karena terkadang berbenturan dengan lingkungan sekitarnya, namun dari mengamalkan setiap aturan dan sedikit demi sedikit mempelajari budaya era Victoria, para penganut gaya Lolita diharapkan akan merasa lebih baik, lebih bersemangat dan ketika mengucapkan terima kasih kepada seseorang, para penganut Lolita akan merasa kalau mereka telah dengan sungguh-sungguh menunjukkan rasa terima kasih. Dengan begitu, lingkungan sekitar juga akan berlaku sama terhadap para penganut Lolita.

Selain harus menaati aturan-aturan yang ada, untuk menjadi seorang Lolita seutuhnya, para penganut Lolita harus mempunyai gaya hidup Lolita. Gaya hidup Lolita jauh dari gaya hidup yang rumit dan merepotkan. Gaya hidup Lolita yang umum dilakukan para penganut Lolita diantaranya adalah minum teh bersama, piknik dan menikmati seni. Aktivitas-aktivitas yang biasa dilakukan bersama-sama antara lain berdansa, bermain permainan khas anak perempuan, berlayar, bermain kartu, berkaraoke, bermain catur, pergi ke taman dan bermain seluncur es. Olah raga yang ditekuni para penganut Lolita adalah kriket[4], berkuda, bersepeda, anggar dan bulu tangkis. Aktivitas-aktivitas lain yang dapat dilakukan para penganut Lolita antara lain bermain musik, berkesenian, menjahit, merajut, memasak, berkebun atau merangkai bunga. Aktivitas-aktivitas tersebut mempunyai ciri elegan dan bersifat kewanitaan.


[1] Crinoline adalah kawat yang dibentuk untuk membuat rok menjadi menggelembung.

[2] Jenis sepatu bertali yang ditalikan di punggung kaki atau dililitkan di pergelangan kaki yang berhak rendah dengan ujung besar, membulat dan tertutup.

[3] Merupakan sepatu rancangan perancang busana asal Inggris, Vivienne Westwood, berbentuk seperti sepatu jenis Mary Jane namun bersol tebal dari ujung jari hingga tumit.

[4] Kriket adalah olah raga yang berasal dari Inggris, olah raga ini merupakan perpaduan antara golf dan baseball.

source:

Novietasari, S.S., Dian. 2008. Fenomena Mode Lolita dalam Budaya Populer Jepang dan Alasan Anak Muda Jepang Memakainya. Skripsi program sarjana Jurusan Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya , Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Wednesday, February 20, 2008

Lolita: Trend or Life style

Beberapa tahun belakangan, di Jepang terdapat suatu fenomena fashion, Lolita. Jepang terkenal dengan street fashion, sebut saja Gyaru dan Decora. Di luar Jepang mungkin kita hanya mengenal Harajuku style, padahal di Jepang sendiri terdapat banyak style. Disebut Harajuku style mungkin karena anak muda Jepang sering hang out di pusat-pusat kota atau pusat perbelanjaan seperti Harajuku.
Lolita merupakan salah satu style yang sekarang ini sedang booming di Jepang. Lolita adalah gaya berbusana dan gaya berdandan yang terinspirasi dari pakaian anak-anak era Victoria yang mendapat sentuhan dari jaman Barok maupun Rococo, serta mendapat pengaruh dari beberapa style lain seperti punk, country, pirate dan lain-lain. Ciri-cirinya adalah rok selutut dan menggelembung yang disebabkan oleh pemakaian crinoline, terdapat banyak hiasan renda dan pita dan sepatu jenis Mary Jane atau Rocking Horse Ballerina yang bersol tebal. Lolita sendiri muncul sekitar tahun 1970-an. Namun, style ini menjadi populer sekitar tahun 1999, setelah Manna, vokalis band Malice Mizer, mengenakannya saat tampil di panggung. Mulai saat itu, Lolita menjadi sebuah trend fashion yang mempengaruhi banyak anak muda Jepang. Orang yang berdandan ala Lolita tidak hanya mengenakannya saat cosplay, namun mereka mengenakan Lolita untuk keseharian, bahkan banyak yang kuliah dengan pakaian ala Lolita. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi banyak orang karena di saat semua designer menciptakan busana yang nyaman dan simple, para pencinta Lolita memilih untuk mengenakan pakaian Lolita yang jauh dari kesan simple.
Ada beberapa situs yang mengungkapkan bahwa anak-anak muda Jepang mengenakan pakaian Lolita sebagai alat untuk melarikan diri dari kenyataan. Lolita dianggap sebuah simbol rekreatif bagi pemakainya. Lolita, yang memang terinspirasi dari pakaian anak-anak abad ke-18, oleh pemakainya dianggap dapat membangkitkan kenangan mereka pada masa kanak-kanak dan dapat mengeluarkan mereka dari tekanan yang mereka dapat dari kehidupan nyata mereka. Menurut pendapat mereka, dengan mengenakan Lolita, mereka dapat membentuk dunia mereka sendiri dan tidak perlu memikirkan tanggung jawab yang harus mereka lakukan pada kehidupan nyata. Selain itu, Lolita merupakan sebuah simbol pemberontakan pada kondisi jaman sekarang yang tidak lagi murni, tidak lagi menjunjung kehormatan, kejujuran dan sopan santun. Mereka menginginkan sebuah kehidupan yang nyaman, yang mereka gambarkan seperti pada masa Victoria. Selain pakaian, sepatu bersol tebal yang merupakan salah satu ciri khas Lolita, sejak beberapa dasawarsa lalu dianggap sebagai suatu simbol pemberontakan anak muda.
Ada banyak pendapat bahwa Lolita hanyalah sebuah trend fashion yang akan hilang bersamaan dengan datangnya trend fashion yang baru. Dan, bagi banyak orang pula, fashion merupakan suatu hal yang remeh temeh sehingga tidak perlu dibahas dalam suatu kajian yang bersifat ilmiah maupun akademis. Namun, bagi para pencinta Lolita, Lolita merupakan sebuah jalan hidup. Lolita tidak hanya selembar kain yang dijahit membentuk suatu pakaian dan berhiaskan renda dan pita. Namun, dibalik bentuk dan hiasan serta aksesori yang dikenakan, terdapat simbol-simbol tertentu yang ingin mereka komunikasikan pada orang lain yang melihatnya. Sebuah trend atau gaya hidup, tentu jawaban tersebut tergantung pada setiap orang yang memandangnya. Namun, yang jelas, seperti kata Barnard dalam Fashion as Communication, sebagai suatu fenomena budaya, sebagai cara suatu kelompok membentuk dirinya sebagai satu kelompok dan mengomunikasikan keyakinan dan harapannya pada kelompok lain, dekorasi (baca: pakaian) itu bukanlah hal sepele.

Sunday, February 10, 2008

yukata: for sale (SOLD)

butuh yukata lokal, untuk koleksi, event tertentu atau cosplay?
Dijual yukata warna pink, motif bunga, termasuk obi warna putih dan obijime (pink dan merah).
harga: Rp. 450.000 (nego), belum termasuk ongkos kirim.
ukuran: all size.

yang berminat please email me: tenkaramajo@yahoo.com.

p.s. kalo ada yang pengen bikin yukata atau kimono lokal kami bisa melayani. kirim email ke alamat diatas dan anda bisa request warna dan motifnya. kami dapat membuatkan kimono seperti aslinya, proses pembuatannya memakan waktu aga lama (2-3 bulan) karena harus dibatik. kisaran harganya Rp. 2000.000 hingga tak terhingga tergantung permintaan.